STRATEGI PENYELAMATAN DAN MASA DEPAN EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT ZAMRUD SIAK DITENGAH BALADA KEHANCURAN HUTAN RIAU
Oleh. Mangara Silalahi
(Pemenang Pertama Kategori Umum Penulisan Konservasi dan Masa Depan Hutan Rawa Gambut Zamrut- Kab. Siak, Kerjasama Pemda Siak dan Kagama Riau, Augustus 2007)
1. PENDAHULUAN
Laju kerusakan hutan di Indonesia rata-rata 2,5 juta ha/tahun, sedangkan Riau memberi kontribusi rata-rata 150.000 ha pertahun kurun waktu 8 tahun sejak 1998-2006. Laju kerusakan hutan tersebut tertutama disebabkan oleh penghancuran hutan secara legal maupun illegal. Saat ini kawasan hutan Riau yang mengalami degradasi yang cukup parah adalah kawasan hutan rawa gambut dan oleh karena itu akan terjadi kebakaran hutan dan lahan yang hebat setiap tahunnya. Indonesiapun dituduh sebagai negara perusak hutan tercepat dunia (Green peace 2007) dan penyumbang emisi no 3 dunia.
Hutan Rawa gambut yang ada di Riau merupakan 56,1 % dari total hutan rawa gambut di Indonesia ( 18,586 juta ha). Di Kabupaten Siak tepatnya di ekosistem hutan rawa gambut Zamrut merupakan bagian dari hutan rawa gambut di Riau.
Gbr.1. Kawasan Ekosistem hutan rawa Gambut Zamrut
Ekosistem hutan rawa gambut Zamrut adalah kawasan hutan yang terdiri dari Suaka Marga Satwa (SM) Danau Pulau Besar/ Danau Bawah seluas 28.237.5 ha (berdasarkan analisis citra landsat TM 2005) dan kawasan penyangganya. Kawasan SM. Danau Pulau Besar/Bawah ditetapkan berdasarkan SK. Mentan No. 846/Kpts/Um/II/1980 seluas 25.000 Ha), jo SK. Menhutbun No. 668/Kpts-II/1999 Tgl. 26 Agustus 1999. Sedangkan di kawasan penyangga kawasan Zamrut terdapat HPH yaitu PT. National Timber Products, pemanfaatan HTI yaitu PT. Arara Abadi –Siak, PT. Ekawana Lestari Darma, PT. Balai Kayang Mandiri di Kabupaten Siak, HTI. PT. Putra Riau Perkasa, HTI. PT RAPP, dan HTI. CV. Bhakti Praja Mulia di Kabupaten Pelalawan.
Secara geografis ekosistem ini berada di Timur Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Siak. Kawasan hutan rawa gambut Zamrut berada di antara DAS Kampar dan DAS Siak, merupakan bagian dari Ekosistem hutan rawa Gambut Semenanjung Kampar, dan relatif lebih aman karena merupakan kawasan pelestarian alam. Ekosistem ini memiliki dua keterwakilan tipe habitat yang berbeda yaitu hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar.
Terdapat flora fauna yang memiliki tingkat biodiversiti yang tinggi dan diantaranya terancam punah dan dilindungi. Dengan berdasarkan berbagai penelitian dari para pakar yang meneliti habitat ekosistem Hutan rawa Gambut Semenanjung Kampar yang memiliki tipe dan habitat yang sama dengan ekosistem Zamrut disimpulkan terdapat berbagai flora dengan dominasi kayu Meranti (Shorea sp), Kempas (Koompassia malacensis Maig), Bitangur (Galophyllum spp), balam (palagium sp), resak (Vatica wallichii), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas), Pandan (Pandanus sp), sagu hutan (Metroxylon sagu), dll. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini masih relatif baik (Unit KSDA Riau, 2000; Tjut Johan Sugandawati et all, 2005, Percakapan pribadi Jonotoro, 2006). Beberapa jenis diantaranya dilindungi menurut IUCN, CITES dan Undang-Undang Pemerintah RI seperti sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Jenis Flora Dilindungi di kawasan Zamrut
No |
Nama Jenis |
Status |
1 |
Gonystylus bancanus Kurz (ramin) |
Appendix II, Anotasi 1 (CITES) * |
2 |
Shorea teysmaniana Dyer (meranti lilin) |
EN A1 (IUCN) * |
3 |
Vatica pauciflora Blume (resak paya) |
EN A1 (IUCN) * |
4 |
Shorea platycarpa Heim (meranti kait) |
CR A1 Cd (IUCN) *** |
5 |
Shorea albida Sym (meranti alan) |
EN A1 (IUCN) ** |
6 |
Anisoptera marginata Korth (mersawa) |
EN A1 (IUCN) ** |
7 |
Shorea ovalis ssp ovalis Blume (meranti sabut) |
EN A1 (IUCN) ** |
8 |
Shorea uliginosa Foxw (meranti bakau) |
VU A1 Cd (IUCN) * |
9 |
Koompassia malacensis Maig (Kempas) |
EN A1 (IUCN) * |
9 |
Cystostachys lakka Becc (palem merah) |
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7, tahun 1999 * |
10 |
Nephentes spp (kantung semar) |
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7, tahun 1999 * |
Sumber Unit KSDA Riau, Tjut Johan Sugandawati et al, 2005, Jonotoro 2006.
Terdapat fauna/satwa penting dan beberapa diantaranya dilindungi seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), harimau dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), dan napu (Tragulus napu). Terdapat beberapa jenis primata dan dilindungi seperti seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), dan Kokah (Presbytis melalophos). Terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan toman, gabus, lele, toman, silais, tapa, buju, patin, baung dan ada jenis ikan yang dilindungi seperti ikan arowana (Schleropages formosus). Selain itu, terdapat Reptil yang dilindungi seperti buaya sinyulong (Tomistoma Schlegelii) dan buaya muara (Crocodylus porosus).
Di dalam dan sekitar kawasan Zamrut tidak ada pemukiman menetap, namun para nelayan sampai ke wilayah ini untuk mencari ikan. Walaupun masyarakat tidak ada yang bermukim, namun kawasan ini sangat penting dalam kebelangsungan hidup dan penyeimbang ekosistem di sekitarnya. Menurut Kuniyasu (2002), bahwa 60 % penduduk di hutan rawa gambut bergantung pada hutan. Kuniyasu melakukan penelitian di ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan dan Semenanjung Kampar .
Di kawasan Penyangga terdapat pemanfaatan oleh perusahaan HPH, dan HTI. Umumnya kegiatan ini sangat eksploitatif terutama kegiatan HTI. Perusahaan. HTI telah membuka kanal-kanal di kawasan penyangga, jika tidak dapat dikelola secara baik akan berdampak buruk pada kawasan ekosistem ini yaitu akan mengeluarkan pyrite-zat asam, nutrien, dan melepas karbon sehingga berdampak rusaknya ekosistem ini dan pemanasan global. Selain itu jika water table menurun, intrusi air laut akan terjadi sehingga flora dan fauna akan hilang dan menjadi kawasan yang sangat kritis. Ancaman lainnya adalah aktivitas pencurian/penangakapan ikan di dalam kawasan oleh masyarakat sekitar kawasan.
Permasalahan utama bagi penyelamatan kawasan ini adalah luasan yang kurang memadai bagi pengelolaan kawasan suaka alam (KSA), tidak viable population untuk spesies kunci, pengelolaan yang tidak instensif, kurangnya perhatian dari berbagai kalangan, belum adanya sinergisitas dan pengelolaan secara terpadu dikawasan penyangganya, dan pencurian flora dan fauna.
2. FUNGSI DAN MANFAAT EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Gambut mulai gencar dibicarakan orang sejak sepuluh tahun terakhir, ketika dunia mulai menyadari bahwa sumberdaya alam ini tidak hanya sekedar berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budi daya, dan sumber energi; tetapi juga memiliki peran yang lebih besar sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia. Beriktu ini tersaji manfaat hutan rawa gambut tabel 2.
Tabel 2. Tipe Manfaat Hutan Rawa Gambut
Kategori |
Deskripsi |
Pemanfaatan Langsung |
|
Perikanan |
Perairan di lahan gambut merupakan habitat berbagai jenis ikan tawar yang khas termasuk yang memiliki nilai komersial, seperti: ikan arwana, ikan gabus Chana sp., Lele Clarias sp., Betok Anabas testudineus, Sepat Trichogaster sp., dan Tambakan Helostoma sp. . Perikanan di lahan gambut berpotensi sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat di sekitarnya |
Transportasi |
Sebagaimana pada habitat lahan basah lainnya, sungai yang mengalir di lahan gambut merupakan jalan transportasi utama bagi masyarakat di sekitarnya dalam memanfaatakan hasil hutan |
Sumber daya hutan |
Meskipun hutan rawa gambut luasnya menyusut dengan cepat, berbagai hasil hutan yang berbentuk kayu dan non-kayu telah lama dimanfaatakan dengan berbagai tingkatan dan memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat setempat. Jenis kayu komersial yang mempunyai ekonomis tinggi antara lain: seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera costulata), dan Meranti (Shorea spp.). Adanya kecenderungan penurunan, baik kualitas maupun kuantitas sumber daya hutan rawa gambut mendesak perlunya dukungan bagi masyarakat setempat untuk mencari alternatif sumber penghidupan lainnya. |
Pengaturan Hidrologi |
|
Pengaturan banjir dan aliran air |
Lahan gambut berfungsi sebagai daerah penangkap air yang berlimpah pada saat banjir dan kemudian melepaskannya pada saat musim kering |
Mencegah masuknya air asin |
Lahan gambut dapat menyediakan sumber air bagi kegiatan pertanian sekaligus mencegah masuknya (intrusi) air asin. |
Sumber pasokan air |
Di wilayah pedesaan, lahan gambut boleh jadi merupakan satu-satunya sumber air tawar yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari maupun untuk irigasi pertanian |
Keanekaragaman hayati |
|
Sumber plasma nutfah |
Lahan gambut merupakan sumber plasma nutfah penting bagi berbagai jenis yang khas, terutama di lahan gambut yang merupakan peralihan atau kombinasi dengan hutan rawa air tawar dan hutan mangrove |
Habitat tumbuhan |
Ratusan jenis tumbuhan telah tercatat di lahan gambut di Indonesia, dimana beberapa diantaranya merupakan jenis tumbuhan yang memiliki nilai penting ekonomis yang tinggi |
Habitat hidupan liar |
Lahan gambut menyediakan habitat bagi berbagai jenis hidupan liar, termasuk jenis-jenis yang langka dan endemik. Termasuk diantaranya adalah Buaya Muara, Harimau Sumatera, Siamang, Orang Utan dan berbagai jenis burung Rangkong |
Stabilisasi iklim |
|
Sekuestrasi (menambat) karbon |
Hutan rawa gambut yang sehat mampu secara aktif mengakumulasikan karbon, sehingga kemudian dapat mengurangi pengaruh gas rumah kaca |
Penyimpanan karbon |
Lahan gambut dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar. Kerusakan lahan gambut yang diakibatkan oleh pembakaran dan pengeringan gambut akan mengacu kepada emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar pula. Selama terjadinya kebakaran di Indonesia pada tahun 1997, diperkirakan antara 0,81 – 2,57 Gigaton karbon dilepaskan ke atmosfir. Jumlah tersebut setara dengan 13 – 40% dari rata-rata emisi karbon global tahunan yang berasal dari bahan bakar fosil. |
Pengaturan iklim |
Kehadiran hutan gambut serta air tawar dalam jumlah sangat besar yang terkandung dalam gambut akan berpengaruh terhadap iklim dalam skala mikro. Selain itu, vegetasi di hutan gambut juga dapat berperan sebagai pemecah angin dan peredam panas. Dataran rendah yang berhutan juga nampaknya akan mengundang hujan lebih banyak dibandingkan lahan yang gundul |
Penelitian dan pendidikan |
Adanya berbagai keunikan dari fungsi dan atribut di lahan gambut, akan merupakan subyek yang menarik untuk diteliti dari berbagai disiplin ilmu sekaligus dapat digunakan sebagai wahana pendidikan |
Nilai sosial-budaya |
Bagi masyarakat tertentu, hutan rawa gambut merupakan tempat yang khas, unik dan memiliki peran penting dalam kehidupan mereka. |
Sumber; Presentasi Wetland International 2007 dalam Seminar Penyelamatan ekosistem Hutan Rawa Gambut Semenjanjung Kampar.
3. KONDISI EKSISTING DAN PENGELOLAANNYA
Kabupaten Siak seluas 855.609 ha, terdiri dari kawasan perlindungan bawahnya seluas 30.200 ha, perlindungan setempat 357,90 ha, KSA seluas 91.640 ha, kawasan Pelestarian alam 920,60 ha, kawasan HP 334.639 ha dan Kawasan APL seluas 388.852,40 ha. Berdasarkan data ini maka kawasan hutan alam Siak yang dipertahankan hanya 15, 44% (Dishut Riau, 2003). Salah satu yang menjadi KSA adalah kawasan Zamrut, berdasarkan citra landsat TM 2005, bahwa kondisi kawasan Zamrud relatif lebih aman. Namun di sekitar kawasan atau disebut sebagai daerah penyangga terdapat berbagai aktivitas perusahaan. Ada perusahaan HPH yaitu PT. National Timber & Forest Products, pola HPH ini masih bisa mengkontrol dan mendukung pengelolaan konservasi SM. Danau Pulau Besar Danau bawah karena pegambilan kayu dengan selected cutting atau pemanfaatannya terbatas. Namun yang lebih berbahaya adalah pengelolaan HTI yang berbatasan langsung dengan kawasan Zamrut, seperti HTI Arara-abadi maupun HTI lainnya. Bahayanya adalah jenis tumbuhan HTI yang ditanam adalah akasia yang merupakan introduce tree, jenis tanaman ini penyebarannya secara massive melalui angin maupun di bawa binatang. Ke depan tumbuhan akasia akan masuk ke dalam KSA dan bisa mendominasi kawasan ini seperti Taman Nasional Baluran.
Karena statusnya Suaka Marga Satwa, pengelolaan kawasan ini dibawah KSDA Riau. Jumlah sarana dan prasarana yang diturunkan untuk mengamankan wilayah ini sangat minim. Selain itu, karena kawasan ini berstatus SM; maka kawasan ini hanya diperuntukkan untuk suaka alam dan penelitian. Padahal kawasan SM ini memiliki potensi sumberdaya fauna seperti ikan yang dimanfaatkan oleh masyarakat serta pemanfaatan terbatas lainnya.
4. KONDISI YANG DIHARAPKAN: EKOSISTEM TAMAN NASIONAL ZAMRUT
Kondisi kedepan yang diinginkan dalam pengelolaan Kawasan Zamrut adalah bahwa kawasan ini perlu dikelola secara khusus dengan jumlah sarana dan prasarana cukup dan atau memadai. Kemudian karena adanya kepentingan masyarakat terhadap kawasan ini terutama untuk mencari ikan dan kepentingan pemanfaatan lain, maka kawasan ini sebaiknya ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional. Hal ini senada dengan usulan Pemerintah Siak terhadap kawasan ini menjadi Taman Nasional Zamrut. Impian dari Pemerintah Daerah Siak adalah bahwa kawasan ini dapat diamankan dan dikelola secara intensif sehingga selain ada fungsi pelestarian tetapi ada fungsi pemanfaatan. Kalau kawasan meningkat statusnya menjadi taman nasional, maka sudah ada pengelola khusus yaitu Balai Taman Nasional Zamrut yang personilnya dan peralatannya sudah lebih banyak dan memadai. Selain itu, kawasan taman nasional dapat dilakukan zonasi yaitu zona pemanfaatan bagi pengelolaan wisata dan rekreasi, zona pemanfaatan tradisional bagi kepentingan nelayan, zona rimba bagi kepentingan penelitian dan Zona inti yang merupakan zona suaka.
Kalau hal ini terjadi, maka sebaiknya daerah penyangga dikawasan Taman Nasional Zamrut, minimal 1 km seperti apa yang dikatakan oleh ekolog Hooijer’s (2005) untuk buffer kawasan HTI dengan hutan alam minimal dengan lebar 1 km. Selain itu, sebagai sebuah kawasan konservasi yang luasnya hanya 28.237,5 ha sangat kecil dan kurang layak dikelola menjadi taman nasional, sebaiknya diperluas pada kawasan HPH PT. National Timber & Forest Product di wilayah Siak menjadi 53.237,5 ha dan menyambungkannya ke daerah konservasi lainnya. Disisi lain, karena di dalam kawasan Zamrut terdapat harimau sumatera yang menjadi spesies kunci, harus ada jaminan terhadap keberlangungan populasi ini dalam jangka panjang dan jumlah minimum populasi untuk bertahan hidup (viable population). Kalau tidak maka spesies kunci seperti harimau sumatera akan punah karena terjadi gen resesif yaitu kawin antar sesama dan dalam waktu 50 tahun akan punah. Untuk itu perlu, perluasan dan koridor penghubung (biologi) ke kawasan konservasi lainnya atau dengan mempertahankan hutan alam di peyangganya oleh perusahaan. Dengan demikian Bentuk taman nasional yang ideal ke depannya adalah lebih kurang 53.237,5 ha ditambah dengan koridor biologi kearah kawasan KSA lainnya ditambah dengan kawasan High Conservation Value Forest (HCVF) bagi perusahaan HTI di sekitarnya.
5. JENIS DAN SUMBER ANCAMAN
Ancaman Spesifik di Lahan Gambut
Ancaman utama di Kawasan Hutan Rawa Gambut Zamrut adalah ancaman terhadap kestabilan hidrologi kawasan rawa gambut itu sendiri. Jika stabilitas hidrologi sudah terganggu dibawah water table berlanjut hingga gambut kering takbalik maka akan menstimulan ancaman-ancaman lain seperti kebakaran gambut, kehilangan keanekaragaman hayati, masyarakat kehilangan sumber mata pencaharian sebagai nelayan dan pertanian. Jika terjadi kebakaran maka akan akan terjadi pelepasan karbon ke udara sehingga mempengaruhi “pemanasan global”.
Selain itu lahan gambut mengandung senyawa pyrite (FeS2), pada kondisi tergenang senyawa itu akan stabil, namun bila teroksidasi maka akan menimbulkan masalah, seperti turunnya kualitas air dan berakibat negatip terhadap biota yang ada. Jika lahan gambut dibuka sehingga permukaan air (water tabel) turun hingga mencapai permukaan pyrite, maka akan menyebabkan peracunan terhadap tumbuhan (Noor, 2001), selain itu juga akan mudahnya pohon tumbang akibat subsident serta rawan kebakaran.
Jenis dan sumber ancaman yang aktual adalah :
- Ancaman terhadap kestabilan hidrologi kawasan dan sifat hydrophobicity yang ada pada lahan gambut: sumber ancaman pembuatan kanal oleh perusahaan HTI dan HPH. Dampaknya: kanal akan mengeringkan lahan gambut sehingga fungsi reservoar air akan terganggu. Gambut tidak dapat menyerap air selama musim hujan dan melepas air selama musim kering, Pada kondisi lahan gambut kering ancaman lainnya adalah intrusi air laut terutama di wilayah pesisir Kampar. Konversi hutan di lahan gambut untuk Akasia akan mengganggu sumber cadangan air tawar dimasa depan.
- Ancaman terhadap keanekaragaman hayati: sumber ancaman pembuatan infastruktur oleh perusahaan di kawasan penyangga, sebagai jalan bagi pencuri keanekaragaman hayati dan pencurian satwa dilindungi.
- Ancaman terhadap kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat: kehilangan sumberdaya ekonomi, hilangnya kepercayaan terhadap jenis dan tumbuhan serta satwa di dalam kawasan Zamrut.
- Konflik antara satwa khususnya harimau dan manusia akan terjadi karena terbatasnya luasan dan habitat serta mangsa harimau sumatera.
- Para pendatang, khususnya pekerja perusahaan umumnya melakukan praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya flora dan fauna, sebagai misal, mengambil ikan secara massive seperti jenis fotasium atau setrum memakai energi listrik.
Jenis dan sumber ancaman potensial:
- Ancaman umum terhadap kerusakan keseluruhan ekosistem rawa gambut Zamrut akibat Kebijakan konversi Vs Kebijakan konservasi (Pemberian Ijin Konversi di kawasan lindung di sekitar SM).
- Kontroversi RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) dan RTRK (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten) tidak selaras dan tidak terpadunya RTRW.
- Menurunnya spesies kunci: apabila kawasan ekosistem Zamrut hanya seluas 28.237,5 ha, dan tidak ada koridor atau hutan alam lainnya terselamatkan dapat dipastikan jenis dan spesies kunci ini akan punah
- Ancaman dari zat peracun tanaman (Pyrite): Lahan gambut yang mencapai subsident akibat reklamasi lahan akan meningkatkan unsur Pyrite di lahan gambut. Pyrite ini bersifat racun bagi tanaman dan menimbulkan hama bagi petani. Selain itu, pyrite yang keluar ke sungai-sungai berdampak pada menurunnya hasil tangkapan ikan bagi penduduk di sekitarnya.
6. IDENTIFIKASI STAKEHOLDER
Yang dimaksud stakeholder disini adalah para pihak yang berkepentingan terhadap kawasan Zamrut baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakeholder langsung adalah Pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten), Swasta (seperti perusahaan HPH, perushaaan HTI bahkan perusahaan perkebunan), Masyarakat dan Perguruan tinggi karena kepentingan pengelolaan, pemanfaatan dan penelitian. Sedangkan stakeholder tidak langsung terdiri LSM, Legislatif, dan Media Massa karena terkait dengan upaya pengelolaan dan penyelamatan kawasan ekosistem hutan rawa gambut Zamrut. Semua stakeholder harusnya saling bersinergi dan memberi perannannya dalam penyelamatan kawasan tersebut.
6. STRATEGI PENYELAMATAN EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT ZAMRUT DAN PELUANG PENGELOLAAN KE DEPAN
Mengingat pentingnya kawasan Zamrut dilihat dari fungsi kawasan dan ancamannya di masa mendatang tidak hanya terhadap kawasan sekitar namun juga bagi keberlangsungan pembangunan di Kabupaten Siak, bahkan terhadap bumi ini maka kami mengusulkan suatu konsep strategi penyelamatan kawasan tersebut sebagai berikut:
Goal Penyelamatan :
“Pengelolaan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Zamrut (TN Zamrut dan daerah penyangganya) secara yang terpadu dan berkelanjutan”
Objektif Penyelamatan ::
§ Peningkatan status SM Danau Besar Pulau Bawah menjadi Taman Nasional Zamrut
§ Usulan Perluasan Taman Nasional Zambut dan Koridor penguhubugn (biologi)
§ Pengelolaan berkelanjutan yang mendukung kawasan konservasi secara kolaboratif
Untuk mencapai goal dan objective tersebut di atas, beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Objektif 1, stategi yang dilakukan:
1. Pengusulan Peningkatan Status SM Danau Besar Pulau Bawah menjadi Taman Nasional Zamrut ke Departement Kehutanan: telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Siak.
2. Mendapatkan dukungan dari kalangan Legislatif, akademisi, Perusahaan, NGO dan masyarakat dalam rangka peningkatan status menjadi Taman Nasional
3. Mendapatkan dukungan dari pemerintah provinsi dan legislatif dalam upaya peningkatan status SM Danau Besar Pulau Bawah menjadi Taman Nasional Zamrut
4. Melakukan lobby ke Departemen Kehutanan untuk memproses peningkatan status menjadi Taman nasional Zamrut.
5. Publikasi umum melalui media : local, nasional hingga internasional untuk mendorong tim teknis peningkatan status SM. menjadi Taman Nasional Zamrut
6. Memfasilitasi dam memberi masukan kepada tim terpadu peningkatan status SM Danau Besar Pulau Bawah menjadi Taman Nasional Zamrut
7. Rapat Teknis Peningkatan Status TN Zamrut: Hasilnya akan turun Sk Peningkatan Status TN Zamrut dari Menhut RI
8. Memfasilitasi tata batas hingga menyusun Rencana Pengelolaan TN Zamrut
Objective 2, strategi yang dilakukan:
1. Penguatan informasi dan kajian akademik (kerjasama dengan LIPI, UNRI., UNILAK, IPB) bagi perluasan TN Zamrut (Areal PT. National Timber & Product) sebagai alat lobby dan advokasi untuk dijadikan perluasan TN Zamrut
2. Melakukan Kajian Koridor Biologi dengan LIPI/Universitas dalam rangka upaya perluasan dan Koridor biologi.
3. Mendapatkan dukungan dari akademis, NGO dan masyarakat serta perusahaan HPH National Timber dan Forest Producs serta PT RAPP dan PT. ARARA ABADI
4. Membuat konsep dan pengusulan perluasan TN Zamrut dengan basis akademic
5. Advokasi dan lobby ke stakeholders untuk mendorong dan mendapatkan dukungan formal perluasan dari pihak berwenang (Pemprov. Riau dan pemkab Siak)
6. Kampanye public mendorong perluasan TN Zamrut
7. Memfasilitasi berbagai pertemuan teknis, rapat-rapat khusus membahas perluasan TN Zamrut.
8. Mendorong pembentukan dan memfasilitiasi tim teknis perluasan TN Zamrut : sehingga dilahirkan SK baru perluasan
9. Memfasilitati tata batas ulang berdasarkan perluasan, melakukan zonasi dan membuat rencana pengelolaan yang baru berdasarkan SK Baru
Objective 3, strategi yang dilakukan:
1. Melindungi kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (High ConservationValue Forest/HCVF) dalam kawasan budidaya khususnya bagi kawasan HTI diatas. Untuk PT ARARA Abadi harus menghutan alamkan kembali kawasan yang menjadi daerah penyangga TN Zamrut, sebagai kawasan HCVF, sedangkan bagi perusahaan grup RAPP telah melakukannya serta menyediakan koridor biologi.
2. Mendorong penerapan praktek-praktek berkelanjutan dalam pemanfaatan kawasan hutan produksi dan kawasan budidaya
3. Peningkatan kapasitas stakeholders dalam mendorong pengelolaan di kawasan TN dan daerah penyangga
4. Mengelola dan mengembangkan TN menjadi pusat laboratrium alam dan kegiatan ekowisata
5. Meningkatkan status menjadi kawasan biodiversity, carbon storage dan unique ecosystem melalui skema CDM (Clean Development Mechanism)
6. Mengusulkan Carbon Trade ke Negara-negara penghasil emisi terbesar dunia
Jika tercapainya strategi diatas maka keuntungan potensial yang bisa diperoleh adalah :
– Kredibilitas pemda kabupaten dan provinsi di mata dunia international semakin baik karena ikut bertanggungjawab dalam meminimalkan dampak pemanasan global, menyelamatkan ekosistem unik dan sumber genetik hutan rawa gambut.
– Mengurangi kebakaran hutan dan lahan
– Mewariskan sumber daya alam yang terjaga untuk generasi dunia mendatang,
– Berpeluang untuk mengikuti skema perlindungan dan perdagangan karbon sesuai dengan mekanisme pasar yang ada.
– Pembangunan HTI, perkebunan dan pertanian masyarakat akan berkelanjutan.
Biografri Penulis
- penulis adalah aktivis lingkungan dan pemerhati social, tinggal di pekanbaru
- Selama 4 tahun bekerja di WWF Indonesia dari tahun 1998-2001
- Sebagai direktur Yayasan Aam Sumatera 2001- sekarang
- Sebagai Fasilitator Wilayah Riau Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat 2003- sekarang
- Menjadi lead local ekspert program Teresterian Bukit Tigapuluh ”Kerjasama Kerajaan Norwegia dan Kementerian Lingkungan Hidup RI
- Menjadi Panel Pakar Re-Sertifikasi LEI PT. Diamon Raya Timber
- Ekspert HCVF (High Conservation Value Forest pada WWF Indonesia dan IPB)
- Kontak : 0812 754 8750
Daftar Pustaka
Birdlife International Red Data Book: Threatened Birds of Asia. http://www.rdb.or.id/index.html
Depsos RI, 1996. Laporan Suku Terasing di Provinsi Riau. Jakarta
CITES Species database. http://www.cites.org/index.html
Holmes, Derk & Rombang, William M. 2001. Daerah Penting Bagi Burung: Sumatra. Bird life International-Indonesia Programme. Bogor
Jennings, S., and J. Jarvie (with input from Nigel Dudley and Ketut Deddy). 2003. Case study – preliminary spatial analysis of biological HCVFs in Riau in A Sourcebook for Landscape Analysis of High Conservation Value Forests, Version 1. ProForest and WWF International, May 2003.Jonotoro, 2005. Aspek Biofisik Hutan rawa Gambut Semenanjung Kampar. Jikalahari. Pekanbaru
Kuniyasu, Momose, and Shimamura T. (2002). Environments and People of Sumatran Peat Swamp forest II: Distribution of Villagers and Interaction Between People and Forests. South East Asian Studies, Vol.40, N0 1 June 2002 Pages 87-108.
Kurniawan, S dan Maharmansyar. Februari 2005. Study Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Semenanjung Kampar Kabupaten Siak. Jikalahari, Pekanbaru-Riau
Hardiono, M., Jonotoro, and Zulfahmi (2003). Identification of “Wasteland” in Riau. (WWF – Indonesia; AREAS Riau Programme: Jakarta) as cited in ProForest. 2006. HCVF Assessment of Two Concessions in Teso Nilo: Findings and Management Recommendations. Part 3: Appendices. August 2006. 156pp
Istomo, 2005. Keseimbangan Hara dan Karbon Dalam Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan. IPB. Bogor
IUCN Red List. http://www.iucnredlist.org/.
Ng Tian Peng & Ibrahim, 2001. Common Trees in Peat Swamp Forests of Peninsular Malaysia. FRIM, Kepong, Kuala Lumpur. Malaysia.
ProForest 2005. Landscape-Level assessment of hydrological & ecological values in the Kampar Peninsular ProForest. December 2005. 42pp.
Rainforest Alliance SmartWood Program. 2005. High Conservation Value Forest (HCVF) Assessment Report for Serapung Unit, February 2005. 88pp.
Rainforest Alliance, and ProForest. 2003. Identifying, Managing, and Monitoring High Conservation Value Forests in Indonesia: A Toolkit for Forest Managers and other Stakeholders, page 4
Sheperd, Chris R dan Magnus, Nolan. 2004. Where to hide: The trade In Sumatra Tiger. TrafficSoutheast Asia. Malaysia
Silalahi, Mangara dan Goklan Sitorus (1999), Laporan Studi Persiapan Pemberdayaan Pendidikan suku Hutan di desa Selat Akar dan Desa Penyengat, Kecamatan, Siak. WWF TNBT Project ID 117, Riau
World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, 2003. Eight High Conservation Forest Blocks In Riau Province.
World Wildlife Fund (WWF) Indonesia and Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia. Fact Sheet: Tiger Conservation Landscape Report: Indonesia. 2pp.
Yayasan Alam Sumatra dan Yayasan WWF Indonesia. 2005. Laporan Akhir Investigasi Perburuan dan Perdagangan Harimau Sumatera dan Bagian Tubuhnya di provinsi Riau. Tidak dipublikasikan. Pekanbaru